QUO VADIS GURU?

|

Oleh: Anton Sunarto
Dunia pendidikan berkembang cepat. Sejalan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk sementara guru, perkembangan tersebut dapat berdampak kecemasan - ketakutan, dan ketidaknyamanan.. Pembaharuan kebijakan pendidikan, misalnya pembaharuan bidang kurikulum. Tidak semata pembaharuan/perubahan struktur dan isi kurikulum. Tetapi pembaharuan tersebut menuntut perubahan sikap dan perilaku dari para guru. Misalnya karakter, mental, metode dan strategi pengajaran.

Kelas dinamis dalam proses pembelajaran, dibutuhkan metodologi dan strategi kreatif - inovatif. Bagaimana guru menggunakan metode dan strategi efektif dan menyenangkan; bermuara pada kemampuan dan ketrampilan yang mereka miliki. Pembelajaran menyenangkan merupakan upaya perwujudan pembelajaran dinamis, dan demokratis.

Penerapan teknologi pembelajaran berbasis computer saat ini menjadi keharusan. Seorang guru gagap teknologi, tentu menjadi suatu keniscayaan untuk menggunakan teknologi computer dalam proses pembelajaran di kelas.

Komputer merupakan benda asing baginya. Kemajuan teknologi (computer) dapat mempermudah bagi guru untuk melaksanakan tugas kependidikan yang diemban. Pembelajaran di kelas pun menjadi hidup, menarik, dan menyenangkan. Situasi kelas yang menyenangkan, dan pengelolaan kelas yang dinamis, mempermudah mencapai tujuan pembelajaran.

Dunia pendidikan modern mengenal istilah quantum teaching, quatum learing, serta enjoy learning, pada intinya mengembangkan model dan strategi pembelajaran yang efektif dalam suasana menyenangkan dan penuh makna.

Pembelajaran efektif, pasti dikelola oleh guru aktif-kreatif-inovatif. Guru efektif adalah guru demokratis. Sifat demokratis adalah dialogis. Maka guru yang demokratis, dalam mengelola pembelajaran memilih metode pembelajaran dialogis. Proses belajar menjadi proses pencarian bersama dalam suasana menyenangkan dan saling membutuhkan. Untuk mencapai kondisi pembelajaran seperti itu, membutuhkan adanya gerakan pembaharuan pengajaran. Pengajaran tradisional-statis/monoton ke pengajaran yang dinamis dan memerdekakan.

Menurut Paulo Freire pembelajaran statis mewujud dalam pembelajaran "gaya bank". Secara sederhana Freire menyusun antagonisme pembelajaran "gaya bank" seperti ini: guru mengajar - murid belajar; guru tahu segalanya - murid tidak tahu apa-apa; guru berpikir - murid dipikirkan; guru bicara - murid mendengarkan; guru mengatur - murid diatur; guru memilih dan memaksakan pilihannya - murid menuruti; guru bertindak - murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tindakan guru; guru memilih apa yang akan diajarkan - murid menyesuaikan diri. Dalam pandangan Paulo Freire, pendidikan "gaya bank", murid menjadi obyek penindasan pendidikan (guru).


Dalam konteks pendidikan Indonesia, pendidikan "gaya bank" sebagaimana dikemukakan Paulo Freire menjelma dalam bentuk 7 (tujuh) dosa besar yang sering dilakukan oleh para guru. Tujuh dosa guru itu adalah :

a). Mengambil jalan pintas dalam mengajar; b). menunggu peserta didik berperilaku negative baru ditegur; c).menggunakan destructive discipline (sanksi yang kurang mendidik) saat membina siswa; d). mengabaikan keunikan peserta didik saat mengajar (siswa kurang mampu dan siswa mampu diperlakukan sama saja dalam KBM); e). malas belajar dalam meningkatkan ketrampilan karena merasa paling pandai dan tahu; f. tidak adil (deskriminatif); dan g). memaksa hak peserta didik.

Finlandia dan Korea Selatan sebagai Negara terbaik dalam Pendidikan

Hasil survei internasional yang komprehensif pada tahun 2003 oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Penelitian mengukur bidang sains, membaca, dan matematika, menempatkan Finlandia peringkat satu dunia dalam pendidikan. Ternyata negara tersebut tidak mengenjot siswanya dengan menambah jam-jam belajar, memberi beban PR tambahan, menerapkan disiplin tentara, atau memborbardir siswa dengan berbagai tes. Sebaliknya, siswa di Finlandia mulai sekolah pada usia yang agak lambat dibandingkan dengan negara-negara lain, yaitu pada usia 7 tahun, dan jam sekolah mereka justru lebih sedikit, yaitu hanya 30 jam perminggu.

Sebaliknya, Korea Selatan, ranking kedua setelah Finlandia, siswanya menghabiskan 50 jam perminggu. Ternyata kuncinya memang terletak pada kualitas gurunya. Guru-guru Finlandia boleh dikata adalah guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Profesi guru sendiri adalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji mereka tidaklah fantastis.

Guru sebagai factor menentukan mutu pendidikan, menjadi penentu keberhasilan siswa. Guru berkwalitas menghasilkan pendidikan berkwalitas. Sebaliknya guru tidak berkwalitas, sulit dipercaya akan menghasilkan pendidikan berkwalitas.

Guru sebagai kurikulum berjalan, seharusnya setiap saat memperbaharui dan meningkatkan kemampuan keguruannya. Menjadi pendidik berkwalitas. Meningkatkan pengetahuan dengan belajar dan rajin membaca. Guru yang kurang peduli dengan usaha peningkatan kemampuan akan terlindas dan tersisih oleh mereka yang memiliki banyak pengetahuan dan kemampuan. Quo Vadis guru?

0 komentar: